Setelah wabah Covid-19 melanda banyak sekali aspek kehidupan yang berubah. Pemberlakuan physical distancing juga membuat orang enggan beraktifitas diluar. Memang tujuannya baik yakni mencegah penyebarluasan wabah covid-19 agar tidak semakin meluas dan mendampak kepada banyak orang. Banyak jalan yang ditutup dan di beberapa desa di lockdown.
Oke, itu semua bagus! itu semua langkah antisipatif. Namun aku hanya takut jika nanti tatkala wabah ini telah pergi kehidupan masyarakat tidak kembali normal sebagaimana mestinya :( Wabah ini hanya penyakit namun efeknya cukup cepat dan kepanikannya bisa dibilang cukup menyusahkan. Banjir informasi membuat orang bukannya siap siaga malah gaduh dan panik.
Banyak toko tutup, pasar jadi sepi, barang-barang kadang raib dan harganya tidak masuk akal :(
I feel it broh! gak enak banget rasanya, ngedekem di dalam rumah dengan persediaan apa adanya. Mau keluar juga takut sama yang namanya virus. But, ini yang namanya pandemi. Wabah yang menjangkit secara menyeluruh. Satu pesanku, saling jaga diri masing-masing. Kita menjaga diri kita artinya kita juga menjaga diri orang lain. Mari bahu membahu melewati masa sulit ini.
Ada banyak pengalaman berbeda yang aku rasakan, mulai dari berbelanja, belajar secara online (sumpah tugasnya numpuk banget!) dan segelintir kisah lain. Well, overall 2020 adalah sebuah tahun yang bakal jadi cerita dalam milestone kehidupanku. Aku hanya ingin sedikit bercerita, semoga kalian suka, jika kalian juga merasakan hal yang sama yuk saling bercerita. Saling bertukar sapa walau hanya di dunia maya :')
Pengalaman Berbelanja di Tengah Wabah Covid 19
Setelah hampir 1 minggu hanya mendekam dalam rumah, nampaknya aku terpaksa harus keluar. Bukan karena gak mau kerja atau kuliah dari rumah, namun kebutuhan untuk mengisi kembali persediaan dalam kulkas yang sudah mulai habis.
Ya, ini pertama kali sejak lulus SLTA aku berada lama dirumah. Tentu selain hari raya dan lebaran. Kebiasaanku sih pulang pagi, makan, packing bekal, bungkus beras, sorenya langsung balik lagi ke kontrakan. Maklum, namanya juga mahasiswa KUPU-KUPU (kuliah pulang, kuliah pulang)
Tentu karena bakal lama dirumah akupun berinisiatif membersihkan kamarku. Lumayan sih, debunya cukup tebal. Karena memang gak ada yang mau pakai kamarku karena yaaaa kamar cowok kan biasanya begitu. Semacam kapal pecah begitu.
Seminggu pun berlalu, isinya sehari-hari hanya makan, tidur, mandi, sambil sesekali bantu-bantu orang rumah. Tak terasa pula stok bahan pokok di kulkas mulai menipis, terpaksa akupun keluar rumah guna berbelanja. Dan pengalaman berbelanja di pasar di tengah wabah corona cukup berbeda lo!
Orang-orang yang berlalu lalang hanya segelintir. Kebanyakan sih sepertinya memilih berbelanja di mini market yang jauh lebih bersih dan punya wastafel portable di halaman depannya. Tapi aku beda, ya beda. Karena ingin tau dan sepertinya kebutuhan hidup di rumahku lebih pasti tersedia di pasar tradisional
Sepi sih, jadi bisa leluasa berjalan keliling pasar mencari kebutuhan yang diperlukan. Negatifnya negoisasi / tawar harga gak bisa dilakuin dengan mudah.
Miris sih, melihat kondisi para pelapak di pasar tradisional, orang orang takut untuk pergi keluar rumah, sedangkan para pedagang tersebut butuh pemasukan dari penjualan barang dagangan mereka di pasar. Beruntung di daerahku lumayan banyak abang sayur yang rela pergi pagi memborong sayur dan buah segar untuk dijual keliling. Setidaknya jualan orang-orang di pasar masih laku dan bisa digunakan menyambung hidup
Wabah corona emang bisa dibilang banyak berdampak. Tempat ramai jadi sepi, bahkan salah satu spot favoritku dikala tidak bisa tidur nyenyak turut raib. Ya! Tempat duduk di depan mini market dihilangkan agar tidak ada kerumunan guna meminimalisir penyebaran virus corona. Aaaaah, aku begitu rindu dengan kursi mini market. Semoga kursi-kursi tersebut bisa segera kembali.
Pengalaman lain yang aku dapatkan saat berbelanja di tengan situasi wabah dan maraknya lockdown di beberapa tempat membuat perjalanan menuju pasar harus dialihkan melalui beberapa jalan tikus. Sebenernya bisa sih lewat begitu saja, namun kala itu aku lupa untuk bawa kartu identitas. Daripada ribet mending mintas aja sih
Selain kondisi pasar yang sepi, beberapa bahan pokok juga mengalami kelangkaan. Yang paling terasa sih gula pasir. Meski aku don’t mind minum kopi tanpa gula, tapi tetep saja, gula adalah kebutuhan sehari-hari
Hand sanitizer, masker, dll tolong jangan ditanya. Mending kasih tau aja kalo ada apotik atau toko yang jual masker dengan harga yang manusawi.
Secara keseluruhan, banyak banget hal yang berubah dari pasar tradisional Besuki dari terakhir kali aku berkunjung. Bukan berkunjung sih, nganterin emmak belanja lebih tepatnya.
Well, itu sih pengalamanku berbelanja di pasar saat wabah corona sedang menyerang. Kalian punya pengalaman juga? Atau gak pernah ke pasar sama sekali? Yuk bercerita dan saling sapa di kolom komentar
5 Komentar
Serba salah emg, gak ke pasar gmn kita dapat bahan sembako. Ke pasar, sudah pasti gak berlaku jaga jarak. Apalagi jaga perasaan.
BalasHapusduhhhh adek jadi baper bang :')
Hapuswkwkwk
Hapuskalau aku sekarang belanja2nya ke tukang sayur yg lewat depan rumah,, sesekali online yg bisa diantar gitu.. masih ngeri kalau ke pasar langsung.
BalasHapus-Traveler Paruh Waktu
rada ngeri juga sih, tapi terpaksa. Siapa lagi yang mau nganter ibu tercinta buat beli bahan masakan kalau bukan anak bungsunya ini :')
HapusAnda bebas berkomentar selama tidak mengandung unsur SARA dan PORNOGRAFI. Selamat berbagi pendapat dan berdiskusi di kolom komentar ini.
Orang baik berkomentar dengan baik.
Jadilah komentator yang baik.