Aiyooo gais... Libur panjang udah mau dateng lagi nih. Sudah punya trip plan atau belum nih? Kalau belum, perkenankan Gue bercerita sejenak tentang perjalanan singkat menuju Kawah Ijen Bondowoso yang keindahannya bagaikan di Planet Lain.
Sebelum beranjak lebih jauh, mari kenalan lebih lanjut dengan Kawah Ijen terlebih dahulu.
Kawah Ijen Bondowoso
Kawah Ijen merupakan salah satu destinasi wisata yang berada di daerah Ijen Geopark yang bisa diakses baik dari Bondowoso maupun Banyuwangi. Dengan ketinggian mencapai 2.386 mdpl, Gunung Ijen menjadi salah satu destinasi wisata gunung yang cukup ramah. Jarak daki Kawah Ijen pun bisa terbilang cukup ringan dan cocok untuk pemula yang bahkan belum pernah mendaki gunung sebelumnya.
Kawasan Wisata alam Ijen bisa diakses via Banyuwangi dengan perjalanan selama kurang lebih 1 jam dari pusat Kota hingga pos pemberhentian kendaraan terakhir (Pos Paltuding) melalui jalan beraspal.
Tapi, Kita tidak lewat jalur banyuwangi dalam perjalanan Kali ini yang notabene jauh lebih mudah dan aksesibel. Gue dan rombongan memutuskan untuk melewati jalur Bondowoso yang jauh lebih panjang dan kurang ajarnya lagi semua rombongan setuju menggunakan sepeda motor daripada mobil.
Kami juga memutuskan untuk berangkat sore dengan perkiraan sampai di Pos Paltuding sekitar pukul 8 malam dan kemudian beristirahat disana sampai loket pendakian dibuka pada pukul 2 dinihari. Perjalanan malam dilakukan karena Kami ingin menyaksikan fenomena Blue Fire kawah Ijen yang bisa disaksikan pada dini hari hingga menjelang subuh.
Dalam hati pun terbersit “Pada masokis semua sepertinya rombongan Gue kali ini nih :D” sembari membayangkan enjoynya perjalanan pakai mobil yang bisa bergantian nyetir kalau capek dan tentunya tahan cuaca ekstrim dan hujan.
Bagiamanapun, persetujuan tetaplah persetujuan. Berangkat gue dan rombongan 8 orang lainnya menggunakan 5 buah sepeda motor menuju Kawah Ijen melalui Bondowoso.
Perjalanan Menuju Kawah via Bondowoso
Rute Bondowoso menawarkan lebih banyak destinasi sampingan yang bisa dikunjungi di kawasan Ijen Geopark daripada perjalanan via Banyuwangi yang langsung menuju pos pemberhentian kendaraan terakhir (Pos Paltuding).
Perjalanan dimulai dari pusat kota menuju Tapen dengan motor yang memakan waktu kurang lebih memakan waktu selama 30 menit. Sesampainya di Tapen gue dan rombongan kemudian belok kanan ke Jl. Ijen.
Kami kemudian mengikuti Jl. Ijen dan akhirnya sampai ke minimarket terakhir jalur wisata Ijen yang ada di Desa Sumbergading. Kami melakukan rekonsiliasi sembari istirahat sejenak dan membeli beberapa kebutuhan lain di minimarket tersebut.
Waktu kemudian menunjukkan pukul 5 sore, setelah Kami merasa cukup beristirahat dan perbekalan sudah lengkap. Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Pos pemberhentian pertama (Pos Malabar).
Kami mengambil belokan kiri di pertigaan minimarket Ijen dan kemudian menelusuri jalan menanjak dan berkelok menuju pos 1 Malabar yang memakan waktu sekitar 45 menit. Oh iya, untuk Kalian yang menggunakan motor, gue sarankan untuk memakai motor bebek atau sport bike agar dapat menelusuri jalan dengan nyaman mengingat tanjakan selama perjalanan. Untuk yang menggunakan motor matic, disarankan membawa motor matic dengan mesin 150CC untuk melahap tanjakan yang ada.
Perjalanan panjang dari minimarket terakhir Ijen hingga pos 1 Malabar bisa dibilang cukup tidak terasa berkat pemandangan alam yang tersuguhkan selama perjalanan. Rindang pohon dan hijaunya dedaunan berbalut dengan sinar senja dari ufuk barat menemani perjalanan.
Matahari sudah terbenam dan udara dingin malam hari mulai terasa saat Kami sampai di Pos 1 Malabar. Untungnya, di lokasi tersebut terdapat api unggun yang selalu dihidupkan setiap malam untuk menghangatkan badan.
Mengisi bahan bakar kendaraan di Pos 1 Malabar sebelum melanjutkan perjalanan. (Dokpri) |
Kayu bakar penghangat badan di Pos 1 Malabar. (Dokpri) |
Gue yang kebagian nyetir dalam perjalanan berangkat kemudian langsung menuju api unggun untuk menghangatkan diri sambil lalu anggota rombongan lain mengisi buku tamu di Pos 1 Malabar.
Buat Kalian yang kehabisan bahan bakar kendaraan tidak perlu takut. Di pos 1 Malabar menjual Pertalite dalam bentuk botolan dengan harga 10 ribu rupiah per botolnya. Jadi, pastikan untuk mengecek bahan bakar kendaraan sebelum beranjak dari Pos 1 Malabar ya gais..
Gue dan rombongan kemudian beristirahat sekitar 15 menit di Pos 1 Malabar. Selain mengisi bahan bakar, Kami juga mengorganisir barang bawaan dan ada beberapa yang pergi ke toilet untuk buang hajat. Setelah semua siap, perjalanan pun dilanjutkan.
Sumpah dingin banget perjalanan ini tuh! Hawa dingin pegunungan dan angin malam merupakan paket komplit yang menyerang badan. Tanpa pakaian tebal dan hangat dan sarung tangan mungkin gue udah kedinginan akibat nyetir. Beruntungnya, panorama alam dalam perjalanan menjadi eksotisme tersendiri yang membuat perjalanan ini meski bikin capek tapi juga bikin seneng.
Seusai melewati perkebunan Kopi Jampir, Kami kemudian sampai di Sempol. Disana, Kalian akan menemukan pemukiman warga yang cukup unik dan menarik. Hanya terdapat satu buah jalan di Sempol yang menuju ke Kawah Ijen dan dipenuhi dengan rumah warga di sisi kanan dan kirinya memberikan pemandangan pemukiman yang cukup unik.
Di daerah Sempol juga masih terdapat masjid, Puskesmas dan beberapa toko kelontong bagi Kalian yang ingin berhenti sejenak membeli beberapa kebutuhan.
Selepas dari Sempol, Kami kemudian sampai di Belawan dan melewati pos ke-2 di Belawan. Disini Kami memutuskan untuk gas langsung menuju Pos terakhir Paltuding.
FYI.. Dari semua pos yang dilewati tersebut, Kalian tidak perlu merogoh kocek dan hanya perlu menuliskan nama rombongan di Pos 1 Malabar dan tancap gas langsung menuju pos pemberhentian terakhir atau pos Paltuding di Kaki gunung Ijen.
Setelah perjalanan yang cukup panjang tersebut, sekitar pukul 19.45 Kami semua akhirnya sampai di Pos Paltuding dan segera memarkirkan sepeda di lokasi parkir yang tersedia. Setelah rekonsiliasi sejenak, Kami kemudian beranjak mencari lokasi untuk mendirikan tenda.
Selama mendirikan tenda, terdapat beberapa pedagang lokal yang menawarkan dagangan berupa sarung tangan seharga 10 ribu sepasang, kupluk rajut seharga 10 ribu perbuah dan jas hujan plastik seharga 20 ribu perbuahnya. Dari barang-barang tersebut, Gue akhirnya memutuskan untuk membeli jas hujan plastik karena lupa membawa mantel hujan dari rumah.
Sebenarnya sedih banget, karena tau harga pasaran dari jas hujan plastik tersebut hanya sekitar 5 ribu rupiah di toko atau minimarket di bawah. Well, meski sedikit kesel karena lupa bawa peralatan yang memadai mau tidak mau sebuah jas hujan plastik pun gue beli, hitung-hitung bantu ekonomi masyarakat lokal, batin gue meyakinkan.
15 menit berselang dan tenda sudah selesai dirakit. Kami memutuskan untuk membangun tenda sedikit mepet dengan bangunan agar dapat berada di sekitar atap bangunan untuk meminimalisir apabila terjadi hujan karena Kami semua berangkat menggunakan sepeda motor. Benar saja, beberapa saat berselang hujan gerimis mulai turun dan membuat suasanan dingin di Pos Paltuding semakin terasa.
Kami kemudian memanaskan air dengan kompor portable yang dibawa untuk menyeduh mie instan dan secangkir kopi untuk menekan hawa dingin. Di tengah guyuran hujan gerimis, pengelola setempat mendekati rombongan Kami untuk menagih parkir tenda sebesar 5 ribu rupiah pertendanya. Cukup murah untuk ukuran destinasi wisata yang cukup populer seperti kawah Ijen.
“Parkir tenda 5 ribu saja Pak, mau sampai tahun depan tidak apa. Cukup 5 ribu saja” Ucap petugas tersebut.
Usai mengisi perut, Kami kemudian beristirahat sembari menunggu loket pendakian yang mulai dibuka pukul 2 dinihari. Cukup dingin, karena Kami sekali lagi lupa membawa kayu bakar dan ternyata tidak ada satu toko pun yang menjual kayu bakar di daerah Pos Paltuding. Mau tidak mau Kami pun tidur bermodalkan matras dan sarung untuk menepis dinginnya malam.
Oh iya, untuk seluruh rincian biaya yang Gue habisin bakal direkap di akhir tulisan.
Perjalanan Mendaki Kawah Ijen
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 dinihari. Salah satu anggota rombongan mulai membangunkan anggota lainnya yang masih tertidur. Kami bangun 30 menit lebih awal dari jam buka loket pendakian karena ingin melakukan persiapan terlebih dahulu dan mempersiapkan badan yang baru bangun tidur agar tidak kram selama pendakian nanti. Beberapa ada yang menempelkan koyo ke hidung untuk mengusir dingin dan melancarkan pernafasan.
Setelah semua anggota rombongan siap, Kami pergi menuju loket pendakian yang sudah dipenuhi oleh pendaki lainnya. Beruntung, Kami sudah melakukan reservasi secara daring sebelumnya jadi tidak perlu mengantri lama dan bisa langsung mendaki setelah berhasil memperoleh tiket pendakian. Untuk tiket pendakian sendiri tarifnya seharga 20 ribu rupiah/ orang.
Normalnya, pendakian Ijen memakan waktu 1,5 sampai 2 jam dari Pos Paltuding hingga puncak. Mengingat tujuan awal Kami menyaksikan blue fire, maka mau tidak mau Kami harus mempercepat tempo pendakian agar bisa sampai sebelum subuh.
Sebelum pandemi COVID-19, loket pendakian dibuka mulai pukul 01.00 dinihari. Namun jam buka tersebut kemudian diubah ke pukul 02.00 dinihari untuk menghindari penumpukan wisatawan.
Usut punya usut, Kalian tetap bisa melakukan pendakian mulai pukul 1 dinihari juga lo. Tapi, Kalian harus merogoh kocek sekitar kurang lebih 2,3 juta rupiah per orangnya. Kabarnya, nominal tersebut ditarik oleh agen travel dengan alasan untuk pengurusan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) agar wisatawan bisa mendaki Gunung Ijen pada pukul 01.00 WIB.
Selain SIMAKSI, dalam paket tersebut kalian juga akan memperoleh fasilitas berupa Taksi Troli Ijen, Senter, Jas Hujan dan Guide yang membantu membawakan barang bawaan selama pendakian.
Tapi, tentu Kami tidak memilih hal tersebut. Selama masih bisa menyusahkan diri sendiri kenapa tidak yekan? :D
Salah satu hal menarik yang ada di Ijen selain fenomena blue fire yang ada di puncaknya, di sekitar pintu pendakian pertama Kalian akan bertemu dengan banyak masyarakat setempat yang menawarkan jasa Ojek Troli menuju puncak.
Ojek Troli Ijen merupakan kendaraan berbentuk troli yang sudah dimodifikasi dengan tempat duduk sofa yang dikemudikan oleh 3 orang. 2 Orang bertugas menarik troli dari depan dan 1 orang mendorong troli dari belakang. Bagi Kalian yang berminat untuk menaiki Troli Ijen cukup merogoh kocek 500 ribu rupiah untuk pendakian dan 300 ribu rupiah untuk perjalanan turun.
Panjang rute pendakian Ijen bisa dibilang cukup ramah karena hanya sepanjang 3,4 Kilometer. Selama pendakian Kalian akan menemukan 2 buah tikungan dan 1 tanjakan.
Ya, 2 buah tikungan ke kanan dan kiri dan 1 buah tanjakan ke atas. Hal yang sering dikatakan oleh masyarakat setempat dan para pengemudi Ojek Troli untuk menyemangati para pendaki.
“Yok sedikit lagi, tinggal 2 tikungan dan 1 tanjakan” Ucap pengemudi ojek troli yang mendahului rombongan Kami.
Sekitar setengah perjalanan, ritme rombongan Kami cukup stabil dan bisa dibilang cepat. Meski tidak secepat wisatawan mancanegara yang melewati rombongan Kami dengan cukup mudah.
Kawasan Ijen memang cukup terkenal dan tidak heran banyak wisatawan mancanegara yang bisa Kalian temukan selama perjalanan pendakian.
Singkat cerita Kami kemudian sampai di pos pendakian kedua dan berhenti sejenak untuk membeli air mineral yang dijual oleh masyarakat setempat. Untuk satu botol air mineral ukuran sedang dibandrol seharga 8 ribu rupiah saja. Di pos kedua tersebut juga terdapat kamar mandi untuk para pendaki yang ingin buang air.
Tips : Jangan beristirahat terlalu lama selama pendakian apalagi pendakian malam karena bisa membuat ngantuk dan membuat otot kram jika langsung dilanjutkan mendaki setelah beristirahat terlalu lama.
Setelah menggerakkan badan sejenak untuk mencegah kram, Kami kemudian melanjutkan perjalanan. Di setengah akhir perjalanan ini ritme Kami semakin melambat. Rasa lelah mulai terasa. Keringat yang terkucur menghapus rasa dingin dini hari.
Rombongan Kami kemudian sejenak berhenti karena salah satu anggota rombongan mabuk gunung dan harus beristirahat sejenak. Selain itu, rute jalan yang basah akibat gerimis di malam sebelumnya membuat pendakian tersebut juga sedikit lebih berat.
Bermodalkan peralatan dan suplai P3K yang dibawa, anggota rombongan kemudian mulai pulih dan Kami melanjutkan pendakian dengan ritme yang lebih pelan daripada sebelumnya agar rombongan tidak terpisah.
Keinginan untuk melihat fenomena blue fire pun tepaksa kami urungkan karena hujan gerimis yang melanda dan tempo pendakian yang makin melambat. Rombongan kemudian sampai di posko terakhir sebelum puncak tepat bersamaan dengan adzan subuh yang berkumandang dari gawai salah satu anggota rombongan.
Oh iya, hampir lupa. Sinyal koneksi internet di trek pendakian bisa dibilang cukup bagus. Sinyal 4G beberapa provider tersedia baik di Pos Paltuding bahkan di puncak sekalipun. Jadi, kalian tidak perlu khawatir dan bisa langsung update sosial media saat berada di puncak kok.
Setelah pendakian selama hampir 3 jam, sekitar pukul 5 pagi Kami semua akhirnya sampai di puncak kawah Ijen.
Keindahan Puncak Kawah Ijen
Panorama alam yang ada di puncak Kawah Ijen sungguh mempesona mata. Beneran, Gue gak bohong. Pemandangan di puncak itu beda banget. Gak seperti gunung kebanyakan yang ngasih view indahanya alam dari ketinggian, di Ijen banyak hal lain yang bikin Kamu tergugah karena keindahannya.
Panorama alam yang ada di puncak tuh serasa ada di planet lain. Serasa kayak turun dari pesawat ruang angkasa dan kemudian mendarat di sebuah daratan yang bener-bener beda. Sedih sih, gabisa liatin si Blue Fire secara langsung. Tapi terdapat banyak keindahan lain yang gak boleh kalah dan harus banget Gue ceritain di tulisan ini.
Jadi, baru sampe di puncak Kalian bakal disuguhkan pemandangan puncak gunung Raung di sisi kanan jalan menuju puncak. Selain tanaman hijau yang banyak di pegunungan, di puncah Kawah Ijen Kalian juga bakal menemukan banyak pohon yang menghitam terbakar hawa panas yang dikeluarkan oleh uap belerang di Kawah Ijen.
Disambut dengan pemandangan dari pohon yang terbakar secara alami tersebut memberikan feel yang beda banget dengan pegunungan biasanya. Di sisi lain puncak Ijen, terdapat savana hijau kecil yang tidak terjamah oleh uap panas belerang dan menampilkan keindahan tersendiri saat menyaksikannya. Seperti sebuah perpaduan 2 buah elemen yang saling melengkapi. Dan, gue gak punya kata lain untuk gambarin hal tersebut selain luar biasa indah dan menawan.
FYI, Kawah Ijen merupakan satu-satunya pertambangan Belerang alami yang masih aktif beroperasi dan ditambang di Indonesia saat ini. Menyaksikan masyarakat yang bekerja menambang Belerang di dasar kawah juga menjadi sebuah pemandangan sendiri. Memberikan sebuah gambaran, refleksi dan kesan tersendiri.
Meski tidak bisa menikmati indahnya blue fire, panorama kolam belerang yang berawarna hijau tak kalah menakjubkannya. Menikmati keindahan alam sebagaimana mestinya.
Untuk Kalian yang ingin bawa pulang cinderamata gak perlu bingung kok. Di puncak kawah, beberapa penambang juga menawarkan kerajinan khas berbahan dasar Belerang yang bisa kalian bawa pulang dengan harga mula dari 10 ribu rupiah. Kerajinan yang ditawarkan ada yang berbentuk miniatur keranjang penambang belerang serta beberapa bentuk lainnya.
Bagi yang berminat turun untuk melihat kolam Belerang juga bisa turun ke daerah penambangan dengan catatan mengenakan masker pengaman terlebih dahulu. Untuk yang tidak punya santai kok. Kalian bisa menyewa masker keamanan yang ditawarkan oleh masyarakat setempat.
Setelah puas menikmati indahnya pemandangan dan badan yang lelah sudah mulai kembali segar. Kami kemudian mulai turun satu persatu kembali menuju pos Paltuding untuk kemudian beristirahat sejenak dan kemudian melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.
Rincian Biaya Perjalanan Kawah Ijen Jalur Bondowoso
Tiket Pendakian Kawah Ijen |
20.000/ orang |
Sarung Tangan |
10.000/ Pasang |
Kupluk |
10.000/ buah |
Jas Hujan |
20.000/ buah |
Biaya Parkir Tenda |
5.000 |
BIAYA
PERJALANAN |
|
Bahan bakar kendaraan (Pergi-Pulang) |
7 Liter / Yamaha Mio 115CC |
Bonus Tambahan
At least, merki gabisa liatin secara langsung. Gue mau nunjukkin indahnya fenomena Blue Fire kawah Ijen meski hanya foto dari Google saja. Big thanks untuk Sinergijatim.com/Rendra Des Kurnia untuk foto yang begitu menawan.
10 Komentar
Kalau naik troli dorong nenek ini juga mau mendaki, ah. Tapi kosnya mahal banget. 800 rb. Pp. Ya ampuuuunnn .
BalasHapusCostnya memang sedikit menekan, tapi dijamin sampai ke puncak tanpa kelelahan pastinya :D
Hapusblue fire kawah ijen emang bagusss (walau cuma baru bisa diliat via foto)
BalasHapusSemoga Kawasan pendakian Ijen bisa kembali dibuka secara normal mulai pukul 01.00 dinihari agar bisa mendaki dengan santai dan tetap kebagian liatin blue fire nya secara langsung.
HapusTahun depan beneran harus bisa kesana 😄😄. Udah lama banget wacana doang mau ke kawah Ijen, ga jadi2, trus telanjur pandemi. Giliran udah mulai bisa jalan, telanjur ada trip ke tempat lain 😅.
BalasHapusUdah lama masukin kawah Ijen dan Banyuwangi ke bucketlist ku mas, trutama karena sejuk nya itu sih. Kalo blue fire nya, aku juga ga ngadepin bisa melihat. Bisa sampe puncaknya aja udah seneng bgt kok 😄
Puncak hanyalah bonus, perjalanan itu sendiri yang merupakan kenikmatannya. Semoga bisa kesampaian ya Kak Fanny.. Kudoain yang kenceng nihh...
HapusMasya Allah, indah banget pemandangan Kawah Ijen ini. AKu belum kesampaian berkunjung nih tapi udah jadi agenda sih, tergantung durasi liburan anak2 sekolah nanti. Ini dinginnya kayak di Bromo ga mas? Kalau ke Bromo udah pernah, hihihi. Tiket masuk dan bayar perintilannya cukup murah ya menurutku. Itu kocak juga yang pake dorongan kayak gerobak wkwkwkw :D
BalasHapusLumayan dingin untuk Kawah Ijen Kak Nurul, apalagi kebanyakan pendaki mulai mendaki sejak dini hari yang bikin feelnya makin dingin. Ambil nafas sampe berasap :D
HapusPersiapan harus bener2 matang ya, stamina dan juga bekal. Klo dana cukup sewa ojek aja menghemat tenaga
BalasHapusBener, bare minimunya biasakan joging di pagi hari Bang Day :D
HapusAnda bebas berkomentar selama tidak mengandung unsur SARA dan PORNOGRAFI. Selamat berbagi pendapat dan berdiskusi di kolom komentar ini.
Orang baik berkomentar dengan baik.
Jadilah komentator yang baik.