Ketika duduk di bangku sekolah menengah, saya mempunyai 3 orang teman akrab. Saking akrabnya, kami terus menjalin komunikasi dan sesekali bersua secara langsung dalam beberapa kesempatan. Meski masing-masing harus berpisah dan merantau sejenak untuk melanjutkan studi perguruan tinggi, kami pasti menyempatkan waktu ketika pulang kampung untuk bertukar cerita atau sekedar melepas kerinduan dengan secangkir kopi.
Tepatlah momentumnya, beberapa waktu lalu, kami memperoleh undangan reuni angkatan setelah 5 tahun lulus dari bangku sekolah menengah. Momen itu tentu sangat ditunggu untuk melepas rasa rindu setelah lama tidak berjumpa.
Secara khusus, saya mencoba menghubungi teman-teman. Memastikan mereka dapat hadir dan berkumpul bersama dalam kegiatan reuni itu. Saya bahkan membuat group khusus untuk memastikan sahabat-sahabat saya dapat hadir dan ikut serta.
Singkat cerita, 2 dari 3 teman akrab saya sudah mengkonfirmasi kehadiran mereka. Namun, salah satu teman saya masih maju mundur dan belum memastikan kehadirannya dalam reuni itu. Alhasil, teman-teman kemudian meminta saya, sebagai yang paling talkative dan luwes untuk menghubunginya secara pribadi dan memastikan kondisinya.
“Bro, bisa hadir gak di reuni nanti?” tanya saya memulai percakapan.“Gimana ya, bro. Aku ndak enak sama mantan. Tau, kan, seberapa buruk hubungan kami berakhir waktu SMA,” jawabnya gelisah.“It’s okey, cobalah untuk menyapa lebih dulu. Nanti kita bertiga pasti temenin dan kasih semangat buatmu, kok!” jawab saya meyakinkannya.“Yaudah, nanti barengan, ya!”“Oke bro” saya kemudian menutup percakapan.
Beberapa hari kemudian kami akhirnya datang bersamaan ke reuni sekolah. Hampir semua siswa hadir. Meski tidak semua datang tepat waktu.
Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, salah satu teman saya akhir datang. Meski sedikit gugup dan canggung karena mantan masa sekolahnya juga hadir dan kenangan buruk karena perpisahan mereka semasa SMA. Melihatnya, kami memutuskan untuk mendorongnya menjadi berani dan mulai menyapa terlebih dahulu. Mulai mencairkan suasana dan kenangan buruk di masa SMA dengan
Setelah kami dorong dan yakinkan, akhirnya dia memberanikan diri untuk mulai menyapa terlebih dahulu. Bayangannya terhadap komunikasi yang hancur setelah berpisah dimasa SMA ternyata sirna setelah komunikasi mereka ternyata berjalan dengan baik. Menyapa terlebih dahulu setelah lama tidak berjumpa dan memiliki kenangan buruk ternyata membuat komunikasinya jauh lebih baik.
Hukum Timbal-Balik - The Law of Reciprocity
The Law of Reciprocity simply explained is that when someone does something for you, you feel obligated to reciprocate or do something in return for them.
Hubungan di antara manusia memanglah tidak selalu baik hubungan yang damai pun bisa renggang akibat hal-hal buruk. Kita tidak tahu dari mana dan bagaimana cara melepas kekakuan tersebut. Lalu seharusnya kita mulai dengan apa?
Jawabannya ternyata sangat sederhana. Dan, tanpa kita sadari, jawaban itu ada di sekitar kita. Salam. Menyapa terlebih dahulu. Kita bisa mulai memperbaiki hubungan dengan menyapa terlebih dahulu.
Meskipun mudah, kita kerap ragu untuk menyapa terlebih dahulu. Budaya dan kebiasaan membuat kita kadang ragu. Bahwa, menyapa lebih dahulu seharusnya dilakukan oleh orang yang pangkatnya lebih rendah. Bahwa, menyapa lebih dulu seharusnya dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang tua. Padahal, tidak ada aturan menentukan siapa yang harus menyapa lebih dahulu. Kebiasaan dan budaya itu kemudian membuat hubungan menjadi kaku karena orang yang lebih muda merasakan beban untuk memberikan salam terlebih dahulu.
Profesor Kwak Geum-Ju dari Fakultas Psikologi, Seoul National University, justru mengatakan bahwa sebuah salam akan lebih mudah disambut jika orang yang lebih tinggi yang menyapa terlebih dahulu.
“Ini merupakan salah satu aspek dari otoritas dalam kehidupan sehari-hari titik anda mungkin berprasangka bahwa anda akan terlihat rendah jika menyapa terlebih dahulu titik padahal pada efek imitasi positif jika orang yang lebih tinggi menyapa terlebih dahulu.” ungkapnya.
Ini adalah hukum timbal balik titik dalam bahasa yang lebih sederhana berarti "memperoleh kebaikan karena berbuat kebaikan". Sebuah hubungan yang baik bukan hanya tentang satu sisi yang memberi atau menerima. Tidaklah penting apakah yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Yang berbuat terlebih dahulu adalah yang lebih baik.
Pada tahun 1971, seorang psikolog dari Cornel University, Prof Dennis Ragen melakukan percobaan psikologi dengan membagi mahasiswanya menjadi dua tim. Tim pertama diberi kola gratis dan diminta melakukan instruksi berikut
“Setelah percobaan ini selesai, tolong belikan tiket lotre senilai 25 sen per lembar.”
Tim kedua diminta melakukan hal yang sama tanpa diberi cola gratis. Hasilnya, tim pertama yang mendapat cola gratis membelikan tiket lotre dua kali lebih banyak daripada tim kedua yang tidak mendapatkan apa-apa. Cola seharga 10 sen, sedangkan tiket lotre seharga 25 sen.
Mereka membelikan tiket lotre meskipun merugi. Kelompok pertama menunjukkan efek timbal-balik dimana mereka memperoleh Cola gratis dan memberikan lotre sebagaimana permintaan peneliti kepada mereka. Dari fenomena itu, Kita dapat melihat bahwa kekuatan kebaikan kecil lebih besar daripada yang kita kira.
Terdapat kisah lain tentang efek timbal-balik ini. Sebuah cerita tentang kelompok agama di Amerika Serikat yang berhasil mengumpulkan sumbangan besar dengan menggunakan hukum timbal balik. Mereka pergi ke bandara dan memberikan seikat bunga kepada calon penumpang sambil berkata seperti ini
"Bunga ini adalah hadiah dari hati kami."
Sumbangan yang diberikan para pelancong setelah mereka melakukan hal tersebut jauh lebih besar dan lebih banyak daripada ketika mereka tidak melakukannya.
Memperbaiki Hubungan dengan Menyapa Terlebih Dahulu
Saling menyapa dalam kondisi hubungan komunikasi baik saja tidaklah mudah. Terlebih dalam hubungan yang renggang tentu jadi semakin sulit. Namun, jika kita masih hendak bertemu dengannya kembali, kita harus berusaha, bagaimanapun caranya.
Mulailah dengan langkah-langkah sederhana seperti memberi salam terlebih dahulu berjabat tangan terlebih dahulu serta langkah-langkah kecil lain. Percayalah tidak ada cara yang lebih mudah untuk memperbaiki dan memulihkan sebuah hubungan komunikasi daripada mengucapkan salam terlebih dahulu.
Mulailah memperbaiki hubungan dan komunikasi yang renggang dengan berbuat baik terlebih dahulu. Menyampaikan salam dan bertanya kabar. Percayalah, sebuah kebaikan akan mendatangkan kebaikan lainnya.
_______________
Sumber rujukan:
Christina R. Green. (2019, Agustus 26). Law of reciprocity: How understanding it can help you get more sales [Online]. Muskegon Lakeshore Chamber of Commerce. https://www.muskegon.org/law-of-reciprocity-how-understanding-it-can-help-you-get-more-sales/
Oh Su Hyang. (2021). Komunikasi Itu ada Seninya. Bhuana Ilmu Populer.
2 Komentar
Reciprocate, timbal balik bener juga ya, bisa ga sih dipake pas jualan kita ngasi bonus misalnya,trus ngarep orang beli lebih banyak? masuk law of reciprocity ga ya?
BalasHapusMake sense, kok. Hal itu juga masuk di dunia marketing dan disebut diskon. Namun, perlu diingat ada perhitungan dan pertimbangannya. Oh iya, bonus gak cuma berupa barang atau potongan harga, bisa berupa layanan dan service tambahan juga, kok.
HapusAnda bebas berkomentar selama tidak mengandung unsur SARA dan PORNOGRAFI. Selamat berbagi pendapat dan berdiskusi di kolom komentar ini.
Orang baik berkomentar dengan baik.
Jadilah komentator yang baik.