Perlukah Kita Menjadi Agresif dalam Berkomunikasi?

Perlukah Kita Menjadi Agresif dalam Berkomunikasi?

Perlukah Komunikasi yang agresif itu? Hal itu menjadi pertanyaan yang memenuhi pikiran selama beberapa hari terakhir. Menjadi terlalu pasif dalam berkomunikasi tentu tidaklah menguntungkan dan kerap membuat kita berada dalam kondisi tidak menguntungkan. Ditambah dengan sikap tidak enakan, maka semakin terhimpitlah kita dalam posisi yang tidak menguntungkan ketika berkomunikasi.

Lalu. bolehkah kita berkomunikasi dengan agresif?

Menjadi agresif dalam berkomunikasi sebenarnya tidak diperlukan dan sering kali justru merugikan. Komunikasi yang agresif cenderung mengintimidasi, mendominasi, atau memaksa orang lain untuk menerima pendapat kita tanpa memperhatikan perasaan atau perspektif mereka. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan, kesalahpahaman, dan bahkan merusak hubungan.

Lebih baik menggunakan pendekatan asertif dalam komunikasi. Asertif berarti kamu bisa menyampaikan pendapat, perasaan, dan kebutuhan dengan jelas dan tegas, namun tetap menghormati orang lain. Pendekatan ini memungkinkan kamu untuk berkomunikasi dengan efektif tanpa harus menyerang atau menekan pihak lain, menjaga keseimbangan antara menyuarakan diri sendiri dan mendengarkan orang lain.

Jika kita terlalu agresif, hubungan personal dan profesional bisa terganggu, karena orang lain mungkin merasa tidak nyaman atau terintimidasi. Sebaliknya, komunikasi asertif mendorong dialog yang sehat, di mana kedua belah pihak dapat merasa didengar dan dipahami.

Penyebab Kita (Tanpa Sadar) Berkomunikasi Secara Agresif


Ada beberapa faktor yang sering menyebabkan seseorang tanpa sadar bertindak agresif dalam komunikasi, antara lain:

Stres atau Emosi yang Tidak Terkelola


Ketika seseorang merasa stres, marah, atau frustrasi, mereka cenderung berkomunikasi dengan cara yang lebih agresif. Emosi yang memuncak dapat menyebabkan reaksi yang lebih cepat dan kurang dipikirkan, sehingga seseorang mungkin berbicara atau bertindak dengan nada menyerang.

Pengalaman Masa Lalu


Orang yang pernah memiliki pengalaman konflik atau penolakan di masa lalu mungkin secara tidak sadar mengadopsi sikap defensif atau agresif dalam komunikasi, sebagai cara untuk melindungi diri mereka dari rasa sakit atau kekecewaan.

Kebutuhan untuk Mendominasi


Beberapa orang merasa bahwa untuk didengar atau dihargai, mereka harus mendominasi percakapan atau menunjukkan kekuatan. Sikap ini bisa berkembang dari kebutuhan untuk mengontrol situasi atau orang lain, tanpa menyadari bahwa pendekatan agresif sering kali kontraproduktif.

Kurangnya Keterampilan Komunikasi


Ketika seseorang tidak terbiasa atau tidak terampil dalam menyampaikan perasaan dan pendapat mereka secara asertif, mereka mungkin secara otomatis memilih pendekatan agresif. Hal ini bisa terjadi karena mereka tidak tahu cara lain untuk mengekspresikan diri dengan efektif tanpa merasa tersisih atau diabaikan.

Persepsi Ancaman


Ketika seseorang merasa bahwa posisi, pendapat, atau nilai mereka terancam, mereka bisa merespons dengan cara agresif sebagai bentuk pertahanan. Ini sering terjadi dalam diskusi yang emosional atau melibatkan perbedaan pendapat yang tajam.

Budaya atau Lingkungan Sosial


Beberapa lingkungan sosial atau budaya mungkin mendorong komunikasi yang lebih konfrontatif atau kompetitif. Jika seseorang terbiasa dengan gaya komunikasi ini, mereka bisa tanpa sadar membawa sikap agresif ke dalam percakapan lain, meskipun konteksnya tidak membutuhkan agresi.

Bagaimana Cara Berkomunikasi secara Asertif?


Cara terbaik untuk berkomunikasi adalah dengan menggunakan pendekatan asertif, yang memungkinkan kita menyampaikan pesan dengan jelas, jujur, dan tegas, namun tetap menghargai perasaan dan pandangan orang lain. 

Berikut adalah beberapa prinsip yang bisa kamu ikuti untuk berkomunikasi dengan efektif: 

Mendengarkan dengan Aktif 


Saat orang lain berbicara, fokuslah pada apa yang mereka katakan tanpa langsung memikirkan responmu. Tunjukkan bahwa kamu mendengarkan dengan bahasa tubuh yang terbuka, kontak mata, dan memberikan respons verbal yang relevan seperti mengangguk atau memberi konfirmasi. Ini membantu menciptakan suasana dialog yang saling menghormati.

Gunakan Bahasa yang Jelas dan Tepat


Sampaikan pesan dengan lugas dan tepat sasaran. Hindari penggunaan kata-kata yang ambigu atau berlebihan yang bisa menimbulkan kebingungan. Jika ada masalah yang ingin kamu ungkapkan, jelaskan dengan tenang dan tidak emosional.

Gunakan Pernyataan "Saya" atau I Statement


Saat berbicara tentang perasaan atau kebutuhanmu, gunakan pernyataan yang dimulai dengan “Saya” daripada "Kamu." Contohnya, katakan “Saya merasa kecewa karena...” daripada “Kamu selalu membuatku kecewa...” Pendekatan ini membantu mencegah lawan bicara merasa disalahkan dan lebih membuka peluang dialog.

Jangan Menghindari Konflik, Tapi Hadapi dengan Solusi


Konflik adalah hal yang wajar dalam setiap hubungan atau interaksi. Jangan menghindarinya, tapi hadapi dengan tujuan mencari solusi, bukan membuktikan siapa yang benar. Bersikap terbuka terhadap diskusi dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah.

Kontrol Emosi


Ketika diskusi mulai memanas, penting untuk tetap tenang dan mengendalikan emosi. Jika merasa situasi terlalu emosional, mintalah waktu untuk mendinginkan suasana. Memaksakan diri untuk tetap berbicara saat marah bisa berujung pada kata-kata yang menyakiti.

Berempati dan Menjaga Bahasa Tubuh 


Cobalah untuk memahami sudut pandang orang lain sebelum memberikan respon. Berempati membantu membangun koneksi yang lebih baik dalam komunikasi. Tunjukkan bahwa kamu peduli dengan perasaan dan perspektif lawan bicara, meskipun tidak selalu setuju dengan mereka. 

Komunikasi tidak hanya tentang kata-kata, tetapi juga tentang bahasa tubuh. Pastikan bahasa tubuhmu mencerminkan keterbukaan dan kesiapan untuk mendengarkan. Hindari sikap defensif seperti menyilangkan tangan atau tidak menatap mata lawan bicara. 

Beri Waktu untuk Menanggapi


Setelah berbicara, berikan lawan bicara waktu untuk merespons. Jangan terlalu cepat memotong atau menginterupsi. Ini menunjukkan bahwa kamu menghargai pandangan mereka dan siap untuk berdialog, bukan sekadar mendominasi percakapan. 

Fokus pada Solusi, Bukan Menang atau Kalah


Dalam situasi konflik, fokuslah pada mencari solusi bersama, bukan siapa yang menang atau kalah. Sikap ini membantu menjaga hubungan tetap positif dan produktif. Cari kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, kamu bisa berkomunikasi secara efektif, membangun hubungan yang lebih baik, dan mencegah kesalahpahaman atau konflik yang tidak perlu. (*)

0 Komentar

Anda bebas berkomentar selama tidak mengandung unsur SARA dan PORNOGRAFI. Selamat berbagi pendapat dan berdiskusi di kolom komentar ini.

Orang baik berkomentar dengan baik.
Jadilah komentator yang baik.