Hal-hal yang Salah dengan Logika Komunikasi Kita


Hal-hal yang salah dengan logika komunikasi kita seringkali menjadi penyebab dari beragam miskomunikasi dan kesalahpahaman di interaksi sehari-hari kita. Baik dalam ranah personal maupun profesional.

Melalui tulisan ini, saya merangkum beberapa kesalahan logika yang tanpa sadar sering kita lakukan dalam kegiatan sehari-hari. Harapannya, tulisan ini bisa membantu kita untuk berkomunikasi dengan lebih baik. Menggunakan logika yang tepat sehingga komunikasi kita menjadi lebih baik. Begitu juga untuk saya pribadi.

Penyamarataan Persepsi yang Berlebihan


Kesalahan logika komunikasi pertama, dan paling sering ditemukan sehari-hari adalah ke-tanpa sadaran kita menyamaratakan persepsi. Kita terbiasa memukul ratakan pemahaman kita dengan orang lain. Baik orang baru, lebih-lebih orang yang sudah lama kita kenal. Kita lupa. Tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama dengan kita.

Contoh nyata dari kesalahan logika komunikasi ini bisa kita temukan dalam lingkungan keluarga. Antara orang tua dan anak. Meski orang tua telah menemani anaknya sepanjang usia dari kecil hingga dewasa, hal itu tidak semerta-merta membuat orang tua paham dengan pengalaman dan pengetahuan anaknya.

Bayangannya begini:

Ketika orang tua bertanya: “Mau kemana, nak?” lalu sang anak menjawab, “Mau main, buk/pak”

Kata main bagi anak bisa beragam, bisa jadi maksudnya pergi ke Mall, pergi ke Cafe, ke rumah teman, atau main dengan pasangan (baca: pacar). Sementara itu, kata ‘main’ bagi orang tua benar-benar bermakna main (bermain). Bentuknya bisa main kelereng, main lompat tali, atau paling tidak main playstation atau game. Tanpa disadari kita telah melakukan salah logika dengan menyamaratakan persepsi kita dengan orang lain.

Sebuah komunikasi hanya bisa terbangun apalagi kedua belah pihak, komunikan dan receiver memiliki pemahaman yang sama terhadap isi komunikasi mereka. Dalam kasus di atas, pilihan yang banyak dilakukan adalah orang tua yang mengalah. Antara mencari tau sendiri makna main yang dimaksud sang anak, ataupun memberi kepercayaan buta terhadap sang anak.

Hasilnya memang tidak langsung terasa. Namun, dalam jangka panjang, pembiasaan dan normalisasi atas hal tersebut akan menghasilkan gesekan (friksi) yang sering sekali menjadi salah satu penyebab pertengkaran antara orang tua dan anak. Perlu disadari, hal itu bukan karena orang tua yang tidak memperhatikan anaknya, maupun sebaliknya. Namun hal itu disebabkan oleh pembiaran terhadap kesalahan logika komunikasi sehari-hari antara anak dan orang tuanya.

Kemudian, mari kita bandingkan dengan logika komunikasi yang benar. Hal itu sesederhana “tidak memaksakan persepsi kita”. Caranya bagaimana? Menggunakan S-P-O-K dan menjelaskan sesuatu dengan baik.

OT: Mau kemana nak?
A: Mau main. Jalan-jalan sama teman kelas dan kemudian nongkrong sebentar di Cafe. Setelah itu pulang.


Komunikasi yang terjadi menjadi lebih baik, bukan? Dan hal itu sangat mudah untuk dilakukan.

Kita Berbicara Seperti Menulis, Kita Menulis Seperti Berbicara


Kesalahan logika komunikasi lainnya adalah Kita Berbicara seperti Menulis dan Kita Menulis seperti Berbicara. Pernahkah kamu merasa bahwa cara kita berbicara semakin mirip dengan cara kita menulis, atau sebaliknya? Fenomena ini terlihat sepele, tapi sebenarnya mengungkap sebuah kesalahan logika komunikasi yang sering terjadi di era modern.

Kesalahan ini muncul karena kita sering tidak menyadari perbedaan mendasar antara berbicara dan menulis, baik dari segi tujuan, konteks, maupun audiens.

Berbicara Seperti Menulis


Saat berbicara, bahasa yang digunakan seharusnya lebih spontan, fleksibel, dan mengalir. Namun, banyak dari kita yang justru berbicara seperti sedang membaca naskah atau menulis artikel. Hal ini sering terlihat pada:

Penggunaan Bahasa yang Formal Berlebihan 


Dalam percakapan sehari-hari, kita kadang menggunakan bahasa yang terlalu baku atau kaku. Misalnya, "Saya sangat menghargai kontribusi Anda dalam diskusi ini," padahal konteksnya adalah obrolan santai di kafe. Akibatnya, komunikasi terasa kurang natural dan terlalu "resmi."

Terlalu Fokus pada Struktur 


Berbicara seharusnya berpusat pada ide yang ingin disampaikan, bukan pada kesempurnaan struktur kalimat. Ketika kita terlalu fokus pada susunan kata, percakapan menjadi lambat dan kehilangan spontanitas.

Menulis Seperti Berbicara


Sebaliknya, kesalahan juga sering terjadi ketika kita menulis dengan gaya berbicara. Ini terlihat dari:

Bahasa yang Terlalu Santai 


Misalnya, dalam email profesional, menulis kalimat seperti, "Hai, gimana kabar? Anyway, soal kerjaan kemarin, ada yang mau aku tambahin," akan terasa kurang sopan dan kurang sesuai dengan konteks formal.

Kurangnya Pemikiran Mendalam 


Berbeda dengan berbicara, menulis membutuhkan waktu untuk berpikir dan merangkai ide secara terstruktur. Jika menulis dilakukan seperti berbicara, tulisan sering kali kehilangan kedalaman dan cenderung membingungkan pembaca.

Apa Penyebab Kesalahan Logika Komunikasi?


Ada beberapa alasan mengapa kesalahan ini kerap terjadi:

Pengaruh Media Sosial 


Media sosial mengaburkan batas antara berbicara dan menulis. Kita terbiasa menulis status, komentar, atau pesan dengan gaya santai seperti berbicara, dan ini terbawa ke gaya komunikasi lainnya.

Kemudahan Teknologi 


Fitur seperti voice-to-text atau chat membuat kita terbiasa mencampur aduk gaya berbicara dan menulis, tanpa mempertimbangkan konteks atau audiens.

Solusi untuk Menghindari Kesalahan


Kenali Konteks Komunikasi 


Sebelum berbicara atau menulis, pahami tujuan dan audiensmu. Jika konteksnya formal, gunakan bahasa yang sesuai. Jika santai, jangan terlalu kaku.

Latih Keterampilan Berkomunikasi 


Untuk berbicara, latih spontanitas dan empati terhadap lawan bicara. Untuk menulis, fokus pada struktur dan kejelasan pesan.

Pisahkan Gaya Berbicara dan Menulis 


Ingat bahwa berbicara dan menulis memiliki fungsi yang berbeda. Berbicara adalah alat untuk berinteraksi secara langsung, sementara menulis adalah medium untuk menyampaikan ide secara terstruktur.

Kesimpulan


Komunikasi yang efektif bergantung pada kemampuan kita menyesuaikan gaya berbicara dan menulis sesuai kebutuhan. Dengan memahami perbedaan mendasar antara keduanya, kita dapat menghindari kesalahan logika komunikasi yang sering terjadi. Jadi, saat berbicara, biarkan kata-kata mengalir. Saat menulis, biarkan pikiranmu terstruktur. Dengan begitu, pesanmu akan tersampaikan dengan lebih baik.

0 Komentar

Anda bebas berkomentar selama tidak mengandung unsur SARA dan PORNOGRAFI. Selamat berbagi pendapat dan berdiskusi di kolom komentar ini.

Orang baik berkomentar dengan baik.
Jadilah komentator yang baik.